Biak Numfor, ketika kekuatan bahari dan sejarah memancarkan
pesona ~Petualangan~
Mereka, orang Biak,
menamakan alat transportasi laut alias perahu dengan sebutan Apa-apa. Istilah
lainnya adalah Motor Tempel atau Perahu Johnson. Apapun istilahnya, orang Biak
sangat mengistimewakannya, karena Apa-apa atau Motor Tempel atau Perahu Johnson
menjadi tumpuan mereka menikmati kekayaan laut daerahnya yang luar biasa.
Dimulai dari Tip
Top, daerah yang tidak jauh dari pusat Kota Biak yang menjadi sandaran angkutan
rakyat tersebut, kita bisa mengawali perjalanan eksplorasi kawasan Kepulauan
Padaido yang secara geografis terletak di sebelah Timur Pulau Biak dan menjadi
bagian wilayah Teluk Cendrawasih.
Objek Wisata Di
Kepulauan Padaido
Kepulauan Padaido
merupakan sebuah gugusan pulau terdiri dari 31 pulau, 10 diantaranya
berpenghuni. Dibagi menjadi 2 bagian, Padaido Atas dan Padaido Bawah memiliki
hamparan pasir putih dengan panorama laut yang mengagumkan. Mereka dibidik oleh
para diver mancanegara sebaga salah satu daerah untuk menyalurkan hasrat diving
atau olahraga air lainnya selain Bali dan Sulawesi, yang populer akan keindahan
bawah lautnya.
Di sepanjang
gugusan kepulauan ini ada beberapa objek wisata bahari yang layak dijadikan
destinasi para pecinta diving atau wisatawan, seperti Pulau Pakreki yang
menjaid pembatas antara Padaido Atas dan Padaido Bawah. Untuk mencapai ke pulau
ini butuh waktu satu jam dari Tip Top. Dengan kondisi terumbu karang yang masih
baik dan bentangan pulau pada bagian utara dan timur yang memiliki pantai yang
landai, merupakan tempat yang cocok untuk snorkeling. Sementara para diver
memilih bagian baatnya karena memiliki pantai yang curam, dinilai bagus untuk
diving.
Selama perjalanan
menuju Pakreki, keindahan pemandangan alam sangat memanjakan mata. Terlihat
samar-samar Pulau Yapen berbentuk bukit memanjang yang juga memiliki kekayaan
hasil laut yang tak kalah dari daerah-daerah di papua lainnya seperti Sorong
dan Pulau Biak sendiri.
Jika tidak ingin
melewatkan kekuatan nilai sejarah yang tersimpan di dasar Laut Biak, anda dapat
meyelam untuk melihat bangkai pesawat Catalina yang dipakai tentara Jepang ketika melawan sekutu pada masa
Perang Dunia II. Kondisi pesawat tersebut masih utuh. Tidak jauh dari
'kediaman' pesawat Catalina, kira-kira dapat dicapai selama 10 menit, kita bisa
melihat pulau yang ditopang oleh karang seperti bentuk vas bunga, itu adalah
Pulau Rurbas Besar. Pulau ini berdiri berpasangan dengan Pulau Rurbas Kecil
yang berada di seberangnya.
Setelah mengagumi
sebagian kecil pulau-pulau dari atas perahu kita bisa menginjakkan kaki di
salah satu pulau yang berpenghuni tepatnya di Desa Mbromsi atau Kampung
Nyansoren. Menyinggahinya seperti membuka tabir budaya Papua nan unik. Suara
merdu lagu-lagu Yospan (Yosim Pancar), yang dinyanyikan sekelompok pria
diiringi dengan gerakan tari atraktif dan dinamis oleh para wanita, membentuk
kesatuan yang menggambarkan semangat kehidupan masyarakat Papua.
Tidak hanya
disambut oleh Yospan, kita juga bisa menyaksikan Barapen, yaitu batu-batuan
panas yang telah dibakar. Batu-batuan itu digunakan untuk mematangkan makanan
khas seperti umbi-umbian, sagu dan lauk-pauk seperti ayam dan ikan. Sebenarnya
Barapen juga merupakan sebuah atraksi atau upacara yang dilakukan muda-mudi
menjelang dewasa. Batu-batuan yang jumlahnya banyak tersebut dibakar pada api
unggun dan sisa pembakaran dipindahkan ke telapak kaki mereka yang telah diberi
obat-obatan dan ludah pinang. Pada waktu bersamaan dibacakan mantra, mereka
demonstrasi berjalan diatasa batu panas dengan kaki telanjang. Atraksi tersebut
sampai sekarang masih berlangsung di Kabupaten Biak Numfor oleh suku tertentu.
Perjalanan kemudian
dilanjutkan ke Pulau Dauwi, di pulau ini terdapat pondok wisata yang telah
dibangun oleh masyarakat setempat untuk digunakan wisatawan menikmati suasana
tenang dan hening sambil mengamati panorama matahari terbit dan tenggelam.
Wisatawan juga bisa bermalam dengan menginap di pondok wisata yang telah
disediakan. Menjelang senja, segeralah pergi ke sebelah timur pulau ini menuju
Pulau Samakur, karena anda akan ditakjubkan dengan pemandangan cantik yaitu
pergantian burung siang dengan burung malam yang terjadi di kala matahari
hendak tenggelam. Pemandangan itu memang menjadi salah satu objek yang selalu
ditunggu oleh wisatawan.
Prjalanan berlanjut ke Pulau Owi yang juga di kawasan gugusan Kepulauan
Padaido, dekat dengan Biak Kota dan daratan Pulau Biak sebelah timur (Bosnik),
tempat transit orang menuju pulau tersebut. Bangunan gereja bertuliskan
"Tugu Peringatan Injil Masuk di Plau Owi 4 September 1933" terpampang
di depan dan sangat mencolok. Keberadaan bangunan tersebut seperti penyambut
setiap tamu yang datang. Kepopuleran pulau ini tidak terlepas dari bandara
udara yang dimilikinya, di mana dahulu semasa PD II tentara sekutu
menjadikannya sebagai pangkalan untuk menyerang tentara Jepang di wilayah
Pasifik. Bandara tersebut masih ada meskipun tidak dimanfaatkan lagi.
Perjalanan ke
pulau-pulau di Kepulauan Padaidopun berakhir dan tiba waktunya kita kembali ke
daratan. Tiba di Desa Ofiare, Distrik Biak Timur, kita bisa menuju Goa Lima Kamar untuk kembali
melihat bukti-bukti sejarah dari pertempuran hebat PD II yang masih banyak
terdapat di Biak. Dari sini, goa peninggalan tentara Jepang tersebut
dapat ditempuh sekitar 15 menit dengan menggunakan bus. Sesuai dengan namanya,
goa ini memiliki lima rongga atau kamar yang diduga dipakai oleh tentara Jepang
sebagai tempat penyimpanan obat dan perawatan, karena masih terdapat sisa-sisa
dan bekas obat-obatan. Waktu yang tepat untuk mengunjungi goa ini sebaiknya
siang hari karena masih terang sehingga jelas untuk melihat keadaan sekitar.
Kita juga bisa lebih leluasa melihat stalagnit yang indah dan mempesona.
Tidak jauh dari Goa
Lima Kamar, anda dapat mengunjungi monument PD II yang terletak di pinggir laut
di Desa Paray. Selama 1942-1944 kawasan ini digunakan sebagai pusat
pemerintahan oleh Pemerintah Pendudukan Jepang. Peninggalan yang tersisa adalah
berupa tulang dari tentara Jepang yang menjadi korban PD II. Tulang tersebut
dimasukkan ke dalam peti dan diberi nama dalam aksara kanji dan di tempel foto
korban di luarnya. Monumen ini dibangun atas kesepakatan Jepang dan Indonesia.
Peninggalan tentara
Jepang yang terdapat di daratan Biak Numfor juga bisa disaksikan lebih banyak
lagi di Goa Jepang. Sebelum memasuki goa, pada halaman depan tampak sisa-sisa
peralatan yang dipakai perang dengan keadaan berkarat. Mulai dari baling-baling
pesawat, tank, amunisi sampai badan pesawat yang berserakan. Sebagian lagi
terdokumentasi di museum kecil yang terletak di depannya.
Masyarakat setempat
menyebut goa ini "Abyak Binsar". Abyak berarti goa dan Binsar berarti
nenek. Menurut legenda, disebut Goa Jepang karena mendekati akhir PD II
orang-orang Jepang menggunakan goa ini sebagai tempat persembunyian dan basis
penyimpanan logistik. Goa ini berlubang diatasnya akibat pegeboman oleh tentara
sekutu. Menurut informasi, saat pengeobaman terjadi terdapat sekitar tiga ribu
tentara Jepang bersembunyi di dalam goa.
Pulau Biak memang
menyimpan banyak bukti PD II yang menjadi bagian sejarah besar dunia.
Keberadaannya telah menjadikan Biak sebagai daerah yang memiliki kekuatan
wisata sejarah selain potensi andalannya kekayaan laut yang menakjubkan. Dan
ketika satu dengan yang lainnya saling memancarkan pesona, itulah yang akan
selalu terekam dalam memori setiap orang yang menikmati keindahannya.
yuk kursus di LKP Unikom
BalasHapus